Kongres Pemuda II

Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan
keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara
Indonesia, yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.

Persiapan Kongres
Upaya mempersatukan organisasi-organisasi pemuda pergerakan dalam satu wadah telah
dimulai sejak Kongres Pemuda Pertama 1926. Sebagai kelanjutannya, tanggal 20 Februari
1927 diadakan pertemuan, namun pertemuan ini belum mencapai hasil yang final. Sebagai
penggagas Kongres Pemuda Kedua adalah Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI),
sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Hindia Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1928 diadakan pertemuan lagi untuk persiapan kongres kedua, dan dilanjutkan pada 12 Agustus 1928. Pada pertemuan terakhir ini telah hadir perwakilan semua organisasi pemuda dan diputuskan untuk mengadakan kongres pada bulan Oktober 1928, dengan susunan panitia yang membagi jabatan pimpinan kepada satu organisasi pemuda (tidak ada organisasi yang rangkap jabatan) Pelaksanaan Kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. 

1. Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, diadakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Muhammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan
kemauan.

2. Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, kongres diadakan di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula mendapat keseimbangan antara
pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.

3. Rapat penutupan di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106,
Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan.
Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak- anak disiplin dan mandiri: hal-hal yang
dibutuhkan dalam perjuangan. Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu
Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman yang dimainkan dengan biola saja tanpa syair,
atas saran Sugondo kepada Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh
peserta kongres. Kongres akhirnya ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres.
Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar